Share this post on:

Ini baru kemarin saya tanyakan di kelas. Saya punya pertanyaan baru ke mereka. Pertanyaan saya seperti ini: “Strength kamu apa dalam melakukan penelitian ini?” saya tidak bertanya mengenai skill dan teknik kamu menganalisis dan mengumpulkan data tetapi accesibility/akses untuk memperoleh data.

Banyak skripsi yang terhambat oleh tidak adanya respon dari pemberi data, tidak adanya akses ke dalam suatu organisasi. Anda tidak hanya cukup dengan, “oh saya ingin memecahkan masalah ini tanpa tahu bagaimana caranya masuk ke dalam dan mencari data. Banyak mahasiswa yang akhirnya terhambat oleh respon yang sangat slow dari informan; tidak adanya kelanjutan wawancara; tidak adanya kelanjutan survey; tidak berkenannya responden menjawab.

“Saya ingin skripsi ini selesai di akhir bukan di tengah jalan” kata saya. Mulailah para mahasiswa mengukur strengthnya, dan ada yang akhirnya bilang: Bapak saya berkerja di perusahaan ini; teman saya yang memiliki tempat ini; saya orang asli disana; saya bekerja paruh waktu disini; saya pernah KKN di desa ini jadi saya mengenal perangkat desanya.. dll.

Tapi ingat ya, nanti jika penguji bertanya: apa motivasi kamu mengambil topik ini, ya jangan bilang karena bapak saya kerja disana, temen saya yang punya perusahaan itu dll. tetap motivasinya harus profesional. Memang tidak ada yang lebih mengutungkan untuk mendapatkan kemudahan data dari kedekatan dan bahkan ada istilah rapport, kita membangun rapport dengan para informan. Rapport adalah: “a close and harmonious relationship in which the people or groups concerned understand each other’s feelings or ideas and communicate well“.

Saya dulu sampai belajar merokok agar bisa akrab dengan petani yang saya wawancara, bahkan di setiap wawancara saya disuguhi kopi hitam oleh setiap petani yang saya wawancara. Bayangkan, saya menginterview ke rumah tiga petani, akhirnya saya minum ngopi sebanyak tiga kali, dan malamnya saya gak bisa tidur :).

Satu lagi: mahasiswa sering kali tidak berpikir tentang mengapa skirpsi/judul ini saya angkat, apa pentingya (urgencynya apa?). Pertanyaan yang mudah seperti ini: Jika penelitian ini tidak kamu lakukan apa dampaknya buat desa, perusahaan , tempat dll ini? toh mereka baik-baik saja. Disinilah kalian seharusnya bisa banyak membaca literatur, dari banyak membaca literatur akhirnya ketemu gap penelitian. Disini loh bapak.ibu, kontibusi saya, disebelah sininya, bedanya ini dengan penelitian sebelumnya, jadi saya berkontribusi disini…

Tentunya setelah kemudahan pada akses itu, yang kalian perlu pikirkan, mengapa mengambil lokasi di tempat ini? mengapa fokusnya disini>> disinilah peran literature review untuk menjustifikasi pilihan anda.

“Tesis yang baik adalah tesis yang selesai. Mau seberapa canggih metode yang digunakan atau seberapa orisinal ide penelitian tesis kita, kalau tidak selesai (DO) atau lulus terlambat apa gunanya.

Realistis adalah koentji. Realistis topik mana yang dipahami. Realistis metode apa yang dapat dikuasai. Realistis terhadap kemudahan mendapatkan akses responden nanti.

Kalau mau penelitian yang “idealis” lakukanlah penelitian di luar masa perkuliahan sehingga tidak dikejar deadline semesteran & biaya perkuliahan yang terus bertambah. Kecuali saldo rekening kita tidak berseri, sehingga tidak masalah biaya kuliah yang terus bertambah. Carilah judul penelitian yang bisa diselesaikan maksimal 12 bulan.

Saya juga akan menambahkan, “Jangan habiskan waktu kuliah master kamu hanya untuk mengerjakan tesis selama 4 tahun. Itu tesis apa disertasi?“. (Bobby Setjaguna)

Share this post on:
Avatar Indra

Author: Indra

Saya adalah dosen tetap di Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Bali. Bidang yang saya suka adalah disaster management, heritage tourism, E-tourism dan juga Research Methods.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *